Dengan kemajuan teknologi terdapat peningkatan masalah kejahatan dengan menggunakan modus operandi yang canggih. Bentuk kejahatan ini adal...

Hukum Dan Pasal Untuk Para Pemakai Situs Perjudian


Dengan kemajuan teknologi terdapat peningkatan masalah kejahatan dengan menggunakan modus operandi yang canggih. Bentuk kejahatan ini adalah Cyber Crime Salah satu kasus kejahatan dunia maya yang marak pada saat ini adalah perjudian melalui internet. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik mengatur tentang larangan perjudian elektronik. Permasalahan utama yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah, Untuk mengetahui tindak pidana perjudian online dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE dan Untuk mengetahui hubungan rumusan tindak pidana perjudian online dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE dengan tindak pidana perjudian online dalam KUHP. SertaUntuk mengetahui penegakkan hukum terhadap perjudian online melalui internet dalam Pasal 27 ayat (2) UU ITE. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis sosiologis yakni menganalisis permasalahan menurut ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, Dan dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan menurut pendapat sumber hukum dilapangan langsung untuk mengetahui realita atau kenyataan dilapangan. Pengumpulan bahan hukum dengan cara wawancara terhadap sumber hukum yang menjadi subyek pnelitian. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa Ketiga unsur dalam Pasal 27 ayat 2UU ITE adalah setiap orang yang sengaja dan tanpa hak, yaitu pertama: mendistribusikan, kedua: mentransmisikan, ketiga: membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian. Hubungan rumusan tindak pidana perjudian online dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang ITE dikhususkan untuk menjerat pelaku perjudian serta penyedia jasa perjudian tersebut yang dilakukan melalui dunia maya / internet, sedangkan untuk biasa yang tidak dilakukan melaui media computer / dunia maya, maka pelaku dijerat dengan Pasal 303 KUHP. Penegakkan hukum yang selama ini dilakukan hanya sebatas pada para pelanggan / konsumen perjudian. Penelitian merekomendasikan agar Penegakkan hukum tindak pidana perjudian online ke depan diharapkan dapat menerapkan Pasal 27 ayat (2) UU ITE karena pelaku kejahatan terutama pelaku kejahatan cyber gambling pada saat ini semakin marak. Aturan mengenai perjudian online atau cyber gambling hendaknya dipertegas mengenai siapa-siapa saja pihak yang turut serta terlibat dan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan pidana dalam UU ITE.

Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai perjudian, seperti Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan untuk perjudian online diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).

Pasal 303 bis ayat (1) KUHP, berbunyi:

“(1) Diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

ke-1 barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan – ketentuan tersebut pasal 303;

ke-2 barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau di pinggirnya maupun di tempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang.”

Sementara dalam UU ITE, pengaturan mengenai perjudian dalam dunia siber diatur dalam Pasal 27, yang berbunyi:

      “Setiap orang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”

Ancaman pidana dari pasal di atas yakni disebutkan dalam Pasal 45 UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Sehubungan dengan pertanyaan yang Anda ajukan, maka dapat dijelaskan bahwa ancaman hukuman maksimal yang dapat diterima oleh saudara Anda adalah 6 (enam) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Terkait dengan penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, maka terdapat beberapa hal yang mendasari penangkapan dilakukan oleh aparat kepolisian. Pihak kepolisian dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup, memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”), yaitu:

“Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

Namun, dalam melakukan penangkapan terdapat prosedur yang harus dijalankan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi:

 “1. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.

2.  Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

3.  Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.”

Mengenai batasan perjudian sendiri diatur dalam Pasal 303 ayat (3) KUHP sebagai berikut: “Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya”. Ancaman pidana perjudian sebenarnya sudah cukup berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,00 (Dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1974 menyebutkan:

(1)     Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat ijin:

1.         Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.

2.         Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.

3.         Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

(2)     Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.

Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata masih mengandung beberapa kelemahan. Adapun beberapa kelemahannya adalah:

1.        Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan sebagai mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian tidak dikenakan hukuman pidana.

2.        Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman, tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam praktek peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya beberapa bulan saja atau malah dibebaskan.
Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan terhadap perjudian yang bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana terhadap pelakunya. Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin disalahgunakan, seperti adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan pejabat yang berwenang.

1 komentar: