![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEij9B5Ml-vdCZY_eM9rQwP0e_LqzHJ1Vd9sX4yNWM2Ws9Wzm9T54pt16crlYTPyacJo4sneucc2TClt2H-OPqq_9C2XdNPYl2YOiV-H5r2Zlqm2Ou2psulGstG7s-xM3LujwnrUTsTYolaF/s400/imagesWHF21RF0.jpg)
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai
perjudian, seperti Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dan
untuk perjudian online diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
Pasal 303 bis ayat (1) KUHP,
berbunyi:
“(1) Diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda
paling banyak sepuluh juta rupiah:
ke-1 barangsiapa menggunakan
kesempatan untuk main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan –
ketentuan tersebut pasal 303;
ke-2 barangsiapa ikut serta
permainan judi yang diadakan di jalan umum atau di pinggirnya maupun di tempat
yang dapat dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada
izin dari penguasa yang berwenang.”
Sementara dalam UU ITE, pengaturan mengenai perjudian dalam dunia
siber diatur dalam Pasal 27, yang berbunyi:
“Setiap orang sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya
Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.”
Ancaman pidana dari pasal di atas yakni disebutkan dalam Pasal 45
UU ITE yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan / atau denda paling
banyak Rp 1 miliar. Sehubungan dengan pertanyaan yang Anda ajukan, maka dapat
dijelaskan bahwa ancaman hukuman maksimal yang dapat diterima oleh saudara Anda
adalah 6 (enam) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Terkait dengan penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian,
maka terdapat beberapa hal yang mendasari penangkapan dilakukan oleh aparat
kepolisian. Pihak kepolisian dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup,
memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan. Hal tersebut diatur dalam
Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(“KUHAP”), yaitu:
“Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga
keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”
Namun, dalam melakukan penangkapan terdapat prosedur yang harus
dijalankan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi:
“1. Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan
oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat
tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan
identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat
perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
2. Dalam hal tertangkap tangan penangkapan
dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau
penyidik pembantu yang terdekat.
3. Tembusan surat perintah penangkapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera
setelah penangkapan dilakukan.”
Mengenai batasan perjudian sendiri diatur dalam Pasal 303 ayat (3)
KUHP sebagai berikut: “Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan,
di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan
belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk
segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang
tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga
segala pertaruhan lainnya”. Ancaman pidana perjudian sebenarnya sudah cukup
berat, yaitu dengan hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana
denda sebanyak-banyaknya Rp. 25.000.000,00 (Dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 303 KUHP jo. Pasal 2 UU No. 7
Tahun 1974 menyebutkan:
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana
denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa tanpa mendapat
ijin:
1.
Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk
permainan judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja
turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.
2.
Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak
umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk
itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu
syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.
3.
Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.
(2)
Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.
Meskipun masalah perjudian sudah diatur dalam peraturan
perundang-undangan, tetapi baik dalam KUHP maupun UU No. 7 tahun 1974 ternyata
masih mengandung beberapa kelemahan. Adapun beberapa kelemahannya adalah:
1.
Perundang-undangan hanya mengatur perjudian yang dijadikan mata
pencaharian, sehingga kalau seseorang melakukan perjudian yang bukan sebagai
mata pencaharian maka dapat dijadikan celah hukum yang memungkinkan perjudian
tidak dikenakan hukuman pidana.
2.
Perundang-undangan hanya mengatur tentang batas maksimal hukuman,
tetapi tidak mengatur tentang batas minimal hukuman, sehingga dalam praktek
peradilan, majelis hakim seringkali dalam putusannya sangat ringan hanya
beberapa bulan saja atau malah dibebaskan.
Pasal 303 bis ayat (1) angka 2, hanya dikenakan
terhadap perjudian yang bersifat ilegal, sedangkan perjudian yang legal atau
ada izin penguasa sebagai pengecualian sehingga tidak dapat dikenakan pidana
terhadap pelakunya. Dalam praktek izin penguasa ini sangat mungkin
disalahgunakan, seperti adanya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dengan
pejabat yang berwenang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus